Dari Pitch hingga Premiere: Menyulut Api Industri Film di Yogyakarta - Tempat Baru bagi sineas Muda

Table of Contents
Dari Pitch hingga Premiere: Menyulut Api Industri Film di Yogyakarta - Tempat Baru bagi sineas Muda

Dinas Budaya DIY menyelenggarakan Gala Premiere Jogja Film Pitch & Fund di Studio 1 Empire XXI pada hari Kamis (24/4). Acara tersebut bertujuan untuk memperkenalkan film-film pendek yang didanai oleh Dana Keistimewaan tahun 2024 dan menjadi wujud dukungan bagi pertumbuhan industri perfilman di Yogyakarta.

Acara ini adalah komponen dari rangkaian program berkelanjutan yang didukung oleh Dana Keistimewaan 2024, dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada para sineas di Yogyakarta dalam mengembangkan kreativitas serta produktivitas mereka.

Dian Lakshmi Pratiwi, kepala Dinas Kebudayaan DIY, menyampaikan bahwa tim penyutradara yang dipilih telah diberi kepercayaan sepenuhnya untuk mengembangkan karyanya dengan kebebasan total.

"Dari Dinas Kebudayaan, kita menyerahkan sepenuhnya kepercayaan kepada para pegiat film. Setelah kita mencapai kesepakatan tentang tujuan utamanya, selanjutnya adalah mendetailkan hal-hal tersebut yang akan kita serahkan kepada tim film," jelasnya pada pernyataannya.

Keempat film pendek yang ditayangkan pada acara Gala Premiere Jogja Film Pitch & Fund menggambarkan berbagai sudut pandang serta gaya seni para pembuat film asli Yogyakarta. Mereka membahas topik-topik yang mendalam, penuh introspeksi, dan masih sangat sesuai dengan keadaan sosial-budaya saat ini.

Dari Pitch hingga Premiere: Menyulut Api Industri Film di Yogyakarta - Tempat Baru bagi sineas Muda

Dokumenter "Cerita Sepanjang Jalan" oleh Febfi Setyawati memiliki durasi 35 menit dan merayakan kehidupan anak-anak dengan kebutuhan khusus di Yogyakarta lewat perspektif ambulans siaga 'Untuk Teman'. Film bukan hanya memperlihatkan fungsi kedokterannya tetapi juga mencerminkan gambaran masyarakat yang dibentuk oleh cinta, kerjasama tim, serta ketegaran mereka dalam menghadapi tantangan fisik. Karyanya ini membawa refleksi penuh belas kasihan terkait sisi manusiawi yang berkembang meski lingkungannya sederhana.

Film pendek "Kholik," yang dibuat oleh Mandella Majid dengan durasi 17 menit, menyajikan sebuah satira cemerlang tentang konflik di antara kepercayaan tradisional dan pemikiran kontemporer. Saat Kholik memastikan dia telah melihat ufo, masyarakat desa malahan yakin itu hanyalah balon udara terjebak—tanda akan adanya nasib buruk. Melalui sudut pandang yang penuh humor namun tajam, film tersebut membongkar cara mitos serta realita dapat saling bertentangan dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui film "Wali" garapan sutradara Jihad Adjie, para penonton diajak untuk memahami hubungan dalam sebuah keluarga yang dipengaruhi oleh masa lalu. Dengan durasi 23 menit, cerita tersebut berkisar pada wanita itu yang masih ingin sang ayah biologinya—seorang mantan tahanan politik—menjadi wali pernikahannya. Melalui film pendek ini, disajikan suatu area pemikiran mendalam tentang penyatuan kembali diri, menerima segala aspek dari kehidupan sendiri, serta bagaimana merespectkan riwayat pribadi tanpa harus membuat semuanya jadi mudah.

Pada saat bersamaan, buku "Saat Lanjut Usia" karangan Khusnul Khitam memberikan refleksi halus seputar persahabatan pada masa tuanya. Film dengan durasi 30 menit tersebut menceritakan tentang ketiganya, yaitu teman-teman lanjuk usia yang terpaksa menghadapi pemisahan akibat jalan hidupnya yang membelok menuju arah lain-lain. Selagi melakukan perjalanan pendek hingga ke tepian pantai, film ini merubah dirinya sebagai suatu bentuk pertimbangan tenang akan ikatan persahabatan, kerinduan, serta keberanian dalam menjalani petualangan sendirian.

Terkait kepemilikan karya, perwakilan kurator Jogja Film Pitch & Fund, Dwi Sujanti Nugraheni, menjelaskan film hasil program ini bersifat milik bersama, dengan pengaturan hak distribusi yang fleksibel untuk mendukung karier para sineas.

Dari Pitch hingga Premiere: Menyulut Api Industri Film di Yogyakarta - Tempat Baru bagi sineas Muda

"Film dimiliki bersama-sama tetapi hak ciptanya disebarluaskan. Kantor pemerintah akan menyelenggarakan premier-nya, kemudian penyebarannya akan diberikan kepada sang pembuat film untuk dipresentasikan di beberapa festival," katanya.

"Nantinya usianya akan berlangsung selama dua tahun, Dinas Kebudayaan menyediakan periode dua tahun bagi sineas untuk menyebarluaskan karyanya. Selepas masa tersebut, kami akan mengunggahnya di YouTube atau melakukan putar-putar sirkuit. Oleh karena itu, sebetulnya lembaga ini memberi peluang besar pada para sineas dalam mempublikasikannya," terangnya.

Diharapkan melalui pembuatan film tentang budaya Yogyakarta bisa tumbuh dengan cepat, dengan menciptakan lingkungan yang mendukung hal tersebut. Ini sesuai dengan tujuan bersama yakni untuk mengembangkan, merawat, serta menggunakan warisan budaya melalui pendekatan dalam film.

"Ketika kita berkolaborasi dengan teman-teman di industri perfilman, sesungguhnya tujuannya adalah mengembangkan kebudayaan. Secara mendasar, film hanyalah satu medium, alat, atau sarana yang digunakan untuk merayakan dan menyebarkan budaya," jelas Dian.

Dia menyatakan bahwa program Jogja Film Pitch & Fund tetap berlangsung. Bagi tahun 2025, pendaftaran pitching akan ditutup sampai tanggal 28 April 2025, yang memperbolehkan para pembuat film di Yogyakarta memiliki peluang besar untuk mengajukan konsep serta merealisasikannya menjadi sebuah karya tayang.

Posting Komentar